Ketua DPW PAN Sumsel : Wartawan IWO Harus Profesional dan Proporsional

By Admin BeritaIndonesia.my.id 05 Agu 2023, 21:11:44 WIB Komunitas
Ketua DPW PAN Sumsel : Wartawan IWO Harus Profesional dan Proporsional

Keterangan Gambar : Ketua DPW PAN Sumsel, yang juga Bupati OKI, H Iskandar, SE, didampingi Duta Literasi Kabupaten OKI, M Alki Ardiansyah, berbincang santai bersama, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Sumsel Efran, Sekretaris IWO Sumsel, Imron Supriyadi, S. Ag, M.Hum dan Bendahara IWO Sumsel Yulie Afriani, di Kedai Kopi Darat, Jaka Baring Palembang, Rabu (03/08/23). (Foto. Dok.IWO Sumsel).


Palembang, Beritaindonesia.my.id - Di tengah berkembangnya media digital, media sosial dan sejenisnya seperti saat ini, wartawan dan institusi pers yang dikelola, sangat mungkin bisa menciptakan krisis kepercayaan publik terhadap pers. 

Hal itu dikemukakan H Iskandar, SE, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Selatan (Sumsel) menerima audensi Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Wartawan Online (IWO) Sumsel, dalam obrolan santai bersama, Duta Literasi Ogan Komering Ilir (OKI), (M. Alki Ardhiansyah), Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Sumsel (Efran), Sekretaris IWO Sumsel, (Imron Supriyadi, S. Ag, M.Hum) dan  Bendahara IWO Sumsel (Yuli Afriani), di Kedai Kopi Darat, Jaka Baring Palembang, Rabu (3 Agustus 2023).

Menurut Iskandar, krisis kepercayaan publik terhadap wartawan dan institusi pers ini, sebagai akibat perbuatan oknum wartawan yang tidak profesional dan tidak proporsional. 

Baca Lainnya :

Iskandar menambahkan, profesiolitas wartawan dan institusi pers akan ternodai, bila kemudian wartawan yang menulis dan menyiarkan berita tidak memiliki integritas moral terhadap tanggungjawabnya kepada publik.  

Sebab, menurut mantan Pemimpin Perusahaan Majalah “Sindang Merdeka” DPW PAN Sumsel ini, tidak jarang dijumpai ada oknum wartawan yang bekerja sebagai wartawan, tetapi masih bekerja sambilan dengan pekerjaan lain diluar tugas kewartawanannya. 

“Tidak profesional, misalnya wartawan yang masih sambilan melakukan pekerjaan lain diluar tugas jurnalistik. Tidak proporsional, menulis beritanya tidak berimbang, antara keberhasilan dan yang belum berhasil. Kalau pembangunan berhasil tidak diberitakan, tapi kalau belum berhasil baru diberitakan. Ini kan tidak fair, tidak berimbang,” ujar Iskandar, yang saat ini masih menjabat Bupati OKI, Sumsel.

Lebih lanjut, pria kelahiran 15 Agustus 1964 ini, memberi permisalan pemberitaan di Kabupaten OKI yang kini dipimpinnya. Misalnya di Kabupaten OKI ada proyek pembangunan jalan yang sudah berhasil diselesaikan. Tetapi di disi lain, ada juga yang belum selesai, atau rencana pembangunannya masih dalam penganggaran tahun berikutnya.

Menurut Iskandar, memberitakan dua hal itu, wartawan akan profesional dan proporsional, bila kemudian pemberitaan yang disiarkan, bukan saja pembangunan yang belum tuntas, atau yang masih dalam perencanaan, tetapi keberhasilannya juga harus diberitakan, sehingga seimbang.

“Anehnya kan begini, kalau ada pembangunan yang belum berhasil diberitakan, tapi yang sudah berhasil tidak diberitakan. Kalau kita tanya, kenapa yang sudah berhasil kok tidak diberitakan? Jawabnya, informasi itu mahal, Pak, itu ada anggarannya,” ujarnya berkelakar.

Lebih ironis lagi, pemberitaan yang ditulis menyiarkan keberhasilan masa silam yang , tetapi sudah rusak di tahun berikutnya, kemudian baru menjadi berita saat jalan itu sudah rusak. Sementara pembangunan baru yang masih bagus, tidak diberitakan. 

“Kalau ternyata antara berita dan faktanya tidak berimbang seperti itu, dan masyarakat mengetahui hal itu, hal ini akan membuat publik akan krisis kepercayaan terhadap wartawan atau bahkan terhadap institusi pers itu,” tegasnya.

Namun demikian, Iskandar menegaskan dirinya dan lembaga yang dipimpinnya saat ini, baik Kabupaten OKI dan DPW PAN Sumsel tidak anti kritik. Iskandar membuka ruang kepada pers dan masyakarat untuk memberi masukan sebagai kritik terhadap kinerjanya. 

“Saya, dan institusi yang saya pimpin tidak anti kritik. Silakan dikritik, tapi proporsional dan harus rasional,” tegasya.

Bagi Iskandar, dalam menjalankan tugasnya, lebih mengedepankan karya nyata, melakukan sesuatu, meski kecil pekerjaannya, tetapi memberi manfaat. 

“Yang penting kita melakukan sesuatu dan berbuat kebaikan apa saja, sekecil apapun, yang penting bermanfaat. Tidak perlu pencitraan melalui media, setiap kali kunjungan kesana dan kesini harus dimediakan. Tapi, di Kominfo kita tetap punya space khusus untuk pemberitaan pemerintah, ini sebagai dokumentasi pemerintah bukan pencitraan diri,” ujarnya.

Berdasar itu, Iskandar menjelaskan dirinya selalu terbuka dengan kritik dan saran dari pers. Namun menurut Iskandar, wartawan yang akan menulis berita sebagai kiritk terhadap institusi, seperti di Kabupaten OKI, harus lebih dulu melakukan riset dan kajian sebagai bahan analisa secara rasional terhadap obyek yang akan menjadi bahan berita. 

Maksud Iskandar, bila dimisalkan di tahun sebelumnya biaya membangun jalan di OKI per 1 Km itu membutuhkan biaya Rp 1 miliar, sudah tentu di tahun berikutnya bisa mengalami kenaikan. “Kalau dulu misalnya satu kilo meter cuma butuh satu miliar rupiah, kalau sekarang bisa menjadi lima miliar, dengan kondisi harga saat ini,” ujarnya membuat permisalan analisa terhadap obyek berita. 

Menurut Iskandar, analisa seperti ini menurutnya wajib diketahui wartawan, sehingga ketika ada pembangunan yang belum berhasil, atau masih dalam perencanaan, bukan dinilai sebagai kegagalan, tetapi kondisi keuangan memang belum memungkinkan, atau masih dalam rencana penganggaran tahun berikutnya.

“Jadi kalau mengkritik juga harus rasional, dianalisa dan dikaji ulang, kenapa seperti ini, mengapa belum selesai? Sehingga pemberitaanya tidak sepihak,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Efran Ketua IWO Sumsel merespon prositif atas masukan Iskandar kali itu. Menurut Efran, melalui lembaga yang dipimpinnya, IWO Sumsel akan bekerja keras dengan segala upaya untuk menciptakan suasana pers yang berakhlak dan beradap.

“Alhamdulilah Pak Kami di IWO Sumsel punya tagline, mewujudkan wartawan yang berakhlaq dan beradab. Dan kami yakin, hal ini sangat senada dengan apa yang bapak sebut tadi, sebagai wartawan yang profesional dan proporsional dalam menjalankan profesinya seperi kami ini, Pak,” ujarnya. 

Satu diantara program untuk mewujudkan hal itu, Efran menyampaikan terobosan IWO Sumsel, dengan memprogramkan pendidikan wartawan yang berbasis spiritual. Efran berharap, melalui pendidikan yang berbasis spiritual ini, bisa mewujudkan cita-cita IWO di Sumsel, yang berkeinginan kuat membangun kembali peradaban pers.

“Satu diantaranya kami memprogramkan wartawan mengaji, Pak. Nanti setiap bulan sekali juga ada ceramah dari para Kiai, untuk mencerahkan batiniah kami. Sebab tahu dewek, profesi kami ini, Pak. Banyak gangguan dan berat tantangannya. Makanya kami coba bentengi wartawan ini, secara batiniah melalui nilai-nilai agama. Insya Allah melalui pendidikan spiritual ini, wartawan di keluarga besar IWO Sumsel bisa menjalankan tugas kewartawanan dengan benteng akhlak dan adap. Kami mohon doa dan dukungannya, Pak,” tegas Efran.

Dalam profesi apapun termasuk dunia pers, menurut mantan Ketua IWO PALI itu, wartawan harus mengedepankan alhlak dan adab dalam menjalankan tugas jurnalistik. Sebenarnya, kata Efran, wartawan cukup mengacu kepada dua kitab pers yaitu UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Etika Jurnalistik namun fakta dilapangan ada beberapa oknum wartawan yang bersembunyi dibalik dua kitab itu melacurkan profesinya.

“UU Pers dan Etika Jurnalistik jadi landasan wartawan dalam menjalankan tugasnya tapi faktanya masih ada oknum wartawan yang memeras, menerima amplop, meminta sejumlah uang,” terang Efran.

Untuk itu, sejak terpilih menjadi Ketua IWO Sumsel, Efran meluncurkan visinya dengan tagline “IWO Sumsel Berakhlak dan Beradab”. Menurut Efran, adab adalah sikap moral yang dihasilkan dari proses pendidikan dan akhlak adalah sikap moral yang dihasilkan dari proses ibadah.

“Banyak wartawan yang beradab tetapi tidak beradab. Dalam dunia pers wartawan diberikan pendidikan melalui pelatihan jurnalistik sehingga tahu UU Pers, Etika Jurnalistik dan menulis 5W 1H. Lalu, wartawan diuji melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sehingga wartawan secara administrasi sudah kompeten dengan diterbitkan kartu UKW oleh Dewan Pers. Tapi justru hal itu dijadikan oknum wartawan sebagai alat untuk melacurkan profesinya,” jelas Efran.

Kendati begitu, Efran masih yakin dengan visi dan misinya sejak menjadi Ketua IWO Sumsel, ia akan melakukan pendekatan spiritual kepada wartawan IWO Sumsel agar menjadi wartawan yang berakhlak dan beradab.

“Wartawan yang beradab itu mempunyai intelektual tetapi belum tentu dia berakhlak, karena wartawan yang berakhlak dalam bertugas hatinya selalu terjaga dari niat busuk. Dia tidak beritikad buruk dan tendesius,” tutup Efran.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Instagram, Youtube dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.